Jumat, 07 November 2008

SMA Santo Paulus Pontianak

Gedung SMA Santo Paulus Pontianak dilihat dari depan. Itulah pintu utama tempat para penghuni keluar masuk menuntut ilmu.



Selengkapnya...

My Silver Lady

My Silver Lady
Karya Natalia - siswa SMA Santo Paulus kelas XI

Disuatu negri yang indah dan makmur. Ada seorang putri yang memiliki rambut perak panjang serta mata sebiru langit. Sayangnya tingkah laku Sang Putri seperti laki-laki. Sang Putri hanya memiliki bakat untuk menulis.
Kehidupan Putri tersebut sangat penuh dengan warna. Tanpa seorangpun yang tahu Putri tersebut sebenarnya memiliki berbagai beban dalam hatinya. Namun,Sang Putri dapat dengan mudahnya menyembunyikan bebannya.
Dari sinilah kisah Sang Putri dimulai...
Hallo,Perkenalkan namaku Angelica Gloria Cansella. Umurku 16 tahun. Aku memiliki pekerjaan sebagai seorang novelis. Nama novelisku adalah Reizan Roland. Aku merupakan Putri ke-3 sekaligus Putri bungsu dari Kerajaan Cansella ini.
Aku akan menceritakan sedikit tentang negriku ini kepada kalian. Negri Cansella merupakan negri yang lumayan besar dengan Rakyat yang makmur. Negri ini terkenal dengan sebutan Negri Air. Karena ada saat dimana negri ini akan terendam oleh Air karena pasang setiap sebulan sekali terutama bulan Desember. Selain itu pula di sekitar negri ini juga di kelilingi oleh peairan yang cukup luas.
Yak,itulah sekilas tentang negriku.Sekarang mari kita mulai ceritanya...
‘Angel,Angel,kamu ada di mana? Angel...’ Teriak kakak pertamaku.
Perkenalkan Putri Pertama dari Kerajaan ini yang sekaligus adalah kakak pertamaku. Namanya adalah Laurensia Gloria Cansella. Umurnya 19 tahun. Kakakku tidak seperti Aku yang hanya memiliki bakat menulis. Kakak memiliki bakat yang lebih baik dariku. Kakakku adalah seorang Putri yang di kenal dengan sebutan ‘The Prince Of Sword’. Prince disini bukanlah Pangeran lho. Itu hanyalah julukannya karena wajahnya yang tampan seperti laki-laki selain itu kakak juga sangat hebat dalam memainkan pedang.
‘Putri,Putri Laurensia,Putri Angelica ada di halaman belakang.’ Kakakku langsung segera menuju ke halaman belakang. Aku yang sedang meminum tehku kaget karena kakak yang tiba-tiba datang dengan wajah sedikit pucat.
‘Kakak,ada apa? Kok wajah kakak seperti itu?’ Tanyaku langsung.
‘Dasar kamu ini. Kakak kira kamu tidak ada di istana. Hari ini ketiga Pangeran dari Negri Alto akan datang berkunjung. Kakak di minta Ayah dan Ibu untuk mempersiapkan penampilanmu nanti.’ Jawab kakak panjang lebar.
‘Maaf kak,hari ini Aku ada urusan.’ Ujarku sambil menaruh kembali cangkir teh yang kuminum di meja.
‘Tetapi,Angel maaf. Kali ini kakak tidak bisa membantu. Ini perintah dari Ayah sih.’ Ujar kakak dengan helaan nafasnya.
Sebenarnya Aku hanya tidak ingin menghadiri acara penyambutan saja. Rasanya lelah sekali ingin menyambut tamu. Apalagi memakai perhiasan. Aku merasa sekujur tubuh terasa sangat berat.
‘Sekarang,ikut kakak ke kamar,ya. Fen sudah menunggu di kamar dan siap dengan baju yang akan kamu kenakan.’ Ajak kakak. Aku hanya bisa menghela nafas panjang dan mengikuti perkataan kakakku ini.
‘Fen,kami sudah datang.’ Ujar kak Lauren begitu masuk ke kamarku.
Oh ya,kenalkan kakak ke-2 ku. Namanya Fenelisia Gloria Cansella. Umurnya 18 tahun. Kakakku yang satu ini mempunyai hobi merangkai bunga dan merawat tanaman. Kakak juga terkenal dengan sebutan ‘The Flower Princess’.
‘Sekarang Angel,ayo duduk di sini.Kakak akan menata rambut perakmu.’ Ujar kak Fen dengan wajah senyumnya yang menurutku adalah senyuman iblis. Setelah selesai,aku mengganti baju dengan gaun yang telah mereka persiapkan.
‘Nah,sekarang ayo kita pergi. Mereka akan segera tiba.’ Ajak kak Lauren dengan wajah cerianya beserta tangan yang menarik tanganku agar tidak bisa kabur. Aku akhirnya pasrah dibawa mereka ke ruangan penyambutan.
‘Ayah,Ibu,kami sudah datang.’ Ujar kak Lauren dengan wajah cerianya.
‘Oh,ini dia putri-putriku yang cantik.’ Ujar Ibu dengan senyum di wajah.
‘Angelica,kamu ikut dengan Ayah untuk menyambut tamu,ya.’ Ujar Ayah. Aku menuruti kata-kata Ayah dan pergi untuk menyambut tamu.
‘Oh,itu mereka sudah tiba.’ Ujar Ayah dan melangkah maju. Setelah para Pangeran turun dari kereta,Ayah langsung menyambut mereka.
‘Selamat datang di Cansella.’ Ucap Ayah kepada Para Pangeran.
‘Terima kasih atas sambutannya.’ Balas ketiga Pangeran itu serentak.
‘Ngg...’ Gumam ketiga Pangeran itu bersamaan memandang ke arahku.
‘Perkenalkan putri bungsuku Angelica.’ Ujar Ayah. Aku hanya bisa menganggukkan kepalaku. Ketiga Pangeran itu juga menganggukkan kepala mereka kepadaku.
‘Mari kita masuk,kami sudah menyiapkan jamuan untuk kedatangan kalian.’ Lanjut Ayah.
‘Baik.’ Balas mereka. Kami berjalan masuk sambil berbincang-bincang mengenai Negri Cansella ini. Setelah tiba di ruangan perjamuan,Ibu dan kakak-kakakku langsung menyambut dengan senyum hangat mereka.
‘Perkenalkan ini istriku Victoria dan kedua putriku Laurensia dan Fenelisia.’
‘Selamat datang di Cansella dan salam kenal.’ Ujar Ibu dan kakak-kakakku bersamaan.
‘Terima atas sambutan kalian.’ Balas Pangeran-pangeran tersebut. Setelah acara perkenalan selesai,kami melanjutkan dengan jamuan untuk kedatang para Pangeran.
Setelah selesai makan,Aku langsung permisi untuk kembali ke kamarku dengan alasan yang kubuat-buat. Ayah hanya bisa menyerah dan membiarkanku kembali ke kamar. Setelah menundukkan kepalaku,Aku langsung keluar dari ruangan dan menuju ke kamarku. Setelah berada di kamar,rambutku yang di ikat oleh kakakku langsung kugeraikan kembali dan mengganti bajuku dengan baju yang sebelumnya kugunakan.
‘Putri,teh dan peralatan serta kertas menulis telah di siapkan di taman belakang.’ Ujar Mira. Mira adalah pelayan di istana ini sekaligus temanku sejak kecil.
‘Aku tahu.’ Balasku dan bergegas keluar dari kamar menuju taman belakang. Sesampainya di taman belakang,Aku duduk di bangku yang telah di sediakan dan mulai menulis. Mira berdiri di depanku dan menyiapkan teh untukku.
‘Angel,kamu memang sangat suka menulis ya?’ Tanyanya.
‘Hmm... mm...’ Jawabku memiringkan kepalaku dengan senyuman menanggapi pertanyaan Mira.
‘Entah dari mana bakatmu itu? Setiap hal yang ada di sekelilingmu langsung bisa memberikan inspirasi untuk tulisanmu. Entah sejak kapan juga kamu mulai menampakkan bakat itu,ya?’ Lanjut Mira.
‘Andai Aku tahu alasannya. Tapi setiap hal yang ada sangat menarik di jadikan sebagai bahan untuk membuat sebuah cerita. Bagaimana kalau kubuatkan sebuah cerita sebagai hadiah ulang tahunmu nanti?’ Tanyaku.
‘Boleh juga. Lumayan untuk di ceritakan kepada anak-anak kecil yang ada di panti asuhan.’ Jawabnya.
‘Oh ya,Aku juga membuatkan beberapa cerita untuk mereka. Nanti kuambilkan di kamar.’ Ujarku sambil tersenyum.
‘Ngomong-ngomong,tanggal penarikan novelmu besok lho. Sudah kamu selesaikan belum?’ Tanya Mira.
‘Sudah,kemarin Aku sudah menyelesaikannya. Besok Aku akan pergi ke kota. Temani Aku,ya.’ Ujarku.
‘Iya,iya.’ Balasnya.
‘Angel,Angel,kamu ini dari tadi kakak cari nggak ketemu-ketemu. Sedang apa kamu di sini?’ Tanya kak Fen.
‘Lagi nulis. Kakak mau temani Aku?’
‘Baiklah,lagipula kakak nggak ada kerjaan.’
‘Kak Lauren dimana?’
‘Kakak lagi menemani tamu-tamu di ruang kerja Ayah.’
‘Kasihan kakak,ya.’
‘Angel,jangan bersikap begitu.’ Timpung Mira.
‘Iya,iya.’
Malamnya....
‘Angel,kamu sudah selesai belum?’ Tanya kak Fen.
‘Sudah. Aku segera keluar.’ Jawabku. Setelah mengenakan sepatuku,Aku keluar dari kamar dan bersama kak Fen menuju ke ruang makan. Disana,Ayah-Ibu dan kak Lauren sudah menunggu bersama Para Pangeran. Kami makan malam sambil berbincang-bincang sedikit tentang negri Alto.
‘Nah,Laurensia,Fenelisia dan Angelica tolong kalian antar tamu-tamu kita kembali ke kamar,ya.’ Ujar Ayah begitu selesai makan malam.
‘Baiklah.’ Jawab kami bersamaan.
‘Fenelisia kamu antar Pangeran kedua dan Angelica antar Pangeran ketiga. Sedang Aku akan mengantar Pangeran pertama.’ Ujar kak Lauren begitu Ayah dan Ibu pergi.
‘Baiklah.’ Balasku dan kak Fen.
‘Mari Pangeran,Saya akan mengantar anda.’ Ujarku kepada Pangeran ketiga.
‘Baiklah.’ Balas Pangeran ketiga.
Sepanjang jalan Aku dan Pangeran ketiga hanya bisa diam saja. Sampai Pangeran tiba-tiba menghentikan langkahnya.
‘Pangeran ada apa?’
‘Tidak. Hanya saja,Aku terpesona dengan rambut perakmu.’
‘Terima kasih atas pujiannya Pangeran.’
‘Oh ya,kita belum berkenalan,ya. Namaku Rein dan Anda?’
‘Nama saya Angelica. Salam kenal Pangeran Rein.’
‘Rein. Panggil Aku Rein. Jangan panggil Aku dengan sebutan ‘Pangeran’ ya,Putri Angelica?’
‘Kalau begitu panggil Aku Angel juga,Rein.’
‘Baiklah,Angel.’
‘Sekarang kuantar ke kamar,ya Rein.’ Kami berdua berjalan menuju kamar yang di tempati oleh Rein. Setelah sampai,Aku permisi kembali ke kamarku.
Keesokan paginya...
‘Selamat pagi,Pangeran.’ Ucap Ayah di ruang makan.
‘Selamat pagi juga.’ Balas mereka bersamaan.
‘Maaf,dimana Putri Angelica?’Tanya Rein kepada Ayah.
‘Oh,tadi pagi-pagi sekali Angel sudah keluar. Katanya ada urusan sebentar. Mungkin nanti agak sore baru kembali.’ Jawab kak Lauren.
‘Begitu,ya.’ Gumam Rein.
‘Oh ya,berhubung Pangeran sekalian sudah datang bagaimana kalau berjalan-jalan ke kota sebentar?’ Tanya Ayah saat sarapan.
‘Boleh saja. Kebetulan besok kami sudah harus kembali sekalian membeli oleh-oleh untuk keluarga kami.’ Jawab Pangeran pertama.
‘Baiklah,setelah sarapan Laurensia dan Fenelisia akan mengantar Pangeran sekalian untuk berjalan-jalan di kota.’ Ujar Ayah.
‘Baik Ayah.’ Balas kakak.
Setelah selesai,Mereka berangkat ke kota untuk berjalan-jalan sekaligus membeli oleh-oleh. Aku yang saat itu sedang berada di kantor penerbitan tidak tahu mengenai hal itu. Setelah menyerahkan tulisanku,Aku menemani Mira pergi berbelanja ke kota.
‘Mira,kamu mau membeli apa? Biar Aku yang bayar. Anggap saja tanda terima kasih karena sudah menemaniku.’ Ujarku.
‘Baiklah,ayo kita pergi ke beberapa toko membeli beberapa barang untuk anak-anak di panti asuhan.’ Ajaknya. Kami menyinggahi beberapa toko untuk membeli beberapa barang untuk anak-anak di panti asuhan.
‘Angel...’ Teriak Rein tiba-tiba. Aku terkejut dengan teriakan itu. Mira menoleh tampak Rein dan kedua kakaknya serta kak Fen dan kak Lauren secepatnya Miramemberikan isyarat kepadaku. Aku segera menunduk bersembunyi di kerumunan orang dan memakai rambut palsu berwarna coklat dan memakai kembali topiku.
‘Angel,kamu Angel ‘kan?’ Tanya Rein langsung sambil mendekat. Aku menoleh dan berpura-pura tidak mengenalnya.
‘Maaf,anda siapa?’ Tanyaku.
‘Ah,maaf. Saya kira teman saya. Sekali lagi maaf.’ Ujar Rein. Aku tersenyum dan berjalan pergi. Sedang Mira sudah lebih dulu pergi dan menungguku di salah satu toko yang agak jauh.
‘Hampir saja. Untung saja Aku memaksamu membawa rambut palsu itu.’ Ceramah Mira.
‘Iya,iya. Aku mengerti Mira.’ Kami berdua kembali meneruskan berjalan-jalan ke beberapa toko.
‘Ada apa Rein? Tadi kamu tiba-tiba berteriak.’ Tanya kak Luca.
‘Nggak. kak Luca mau membeli apalagi?’ Tanyaku balik.
‘Hmm... menurut kamu apa yang Ibu sukai?’ Aku berpikir sebentar dan menatap kak Luca.
‘Mungkin hal ‘itu’,ya?’ Tanyaku dengan mata terbelalak.
‘Dia sudah menyetujui permintaanku.’ Jawab kakak dan mengedipkan sebelah matanya dengan tampang nakal.
‘Nanti malam ceritakan padaku semuanya. Awas kalau tidak.’ Ancamku.
‘No problem,My Little Cute Brother.’ Ujar kakak.
‘Jangan panggil Aku begitu.’ Bentakku dengan wajah merah.
‘Eits,tumben sudah lama kakak tidak melihat wajahmu yang memerah dan manis begitu. Kak Christ,coba lihat wajah Ren sekarang. Manis sekali lho kak.’ Ujar kak Luca dengan wajah senang.
‘Eh,tidak ku sangka wajahmu menjadi merah di tempat seperti ini. Apa lain kali ku bawa kamu kemari lagi agar bisa melihat wajahmu yang manis itu? Bagaimana menurutmu Luca?’ Tanya kak Christ balik.
‘Boleh juga tuh,kak. Lain kali akan kuajak Ayah dan Ibu bersama untuk menertawai wajah Ren yang seperti sekarang ini.’ Jawab kak Luca dengan senangnya.
‘Hentikan sekarang juga. Kalau tidak kuadukan ke Angel.’ Ancamku.
‘Hehehe... ketahuan kamu sekarang. Ternyata Ren kita yang manis dan lucu itu belum pergi,ya kak.’ Ujar kak Luca.
‘Ho... Ternyata di antara kita bertiga yang bagaikan serigala yang kelaparan tetaplah Ren kecil yang manis dan lucu. Bukan begitu Sen?’ Sambung kak Christ.
‘Kalian berdua ini siapa yang kalian katakan serigala yang kelaparan? Aku tidak seperti yang kalian katakan itu. Di tambah lagi kenapa selalu mengatakan Aku manis dan lucu? Cari mati,ya?’ Teriakku dengan marah. Kedua kakakku itu hanya bisa menertawaiku.
‘Kalian berdua sudah cukup belum? Jangan gara-gara Angel,kalian menggodanya habis-habisan.Hukuman dari surga akan segera tiba,lho.’Ujar kedua kakak Angel dengan senyum aneh di wajah mereka. Anehnya kedua kakakku justru terdiam dan kami melanjutkan berjalan-jalan kembali.
Setelah seharian ini berkeliling,Aku dan Mira memutuskan kembali ke istana kebetulan barang-barang yang kami beli juga sudah cukup untuk anak-anak di panti nanti.
‘Mira,Aku mau ke kamar dulu. Tolong siapkan yang biasa,ya.’ Ujarku begitu kembali ke istana. Mira hanya bisa mengangguk menyanggupi ucapanku.
‘Haa... lelah sekali hari ini.’ Gumamku. Setelah sampai di kamar,Aku mengganti bajuku dengan pakaian yang biasa kugunakan,sehabis itu Aku langsung pergi ke taman belakang istana. Di sana Mira sudah menunggu dengan secangkir teh seperti biasanya.
‘Hmm... wanginya enak nih.’ Ujarku begitu duduk di bangku.
‘Ini silakan di minum.’ Ujar Mira dengan senyum lembutnya.
‘Terima kasih. Hmm... wanginya enak seperti biasa.’ Balasku tersenyum.
Sementara itu...
‘Kakak,kita kembali ke istana yuk. Aku sudah capek nih.’ Ujarku.
‘Hmm... Iya juga,ya. Sekarang sudah sore. Ayo kita kembali ke istana.’ Ujar kak Christ. Kami berlima segera kembali ke istana.
Kemudian....
‘Apa Angelica sudah kembali?’ Tanya Laurensia.
‘Tuan putri sudah kembali. Sekarang ada di taman belakang istana.’
‘Terima kasih. Bagaimana kalau kita pergi ke taman belakang? Di sana pemandangannya indah lho.’ Ujar Laurensia. Kami semua hanya bisa mengangguk tanda setuju. Saat tiba di halaman istana,yang pertama kali ku lihat adalah cahaya orange yang terbias oleh rambut perak Angel dan bercahaya bagaikan malaikat. Aku tertegun melihat pemandangan itu.
‘Angel,Angel.’ Teriak Laurensia dan Fenellisia sambil berlari menghampirinya.
‘Hmm... Ah,kakak.’ Gumamku.
‘Kami sudah pulang.’ Teriak kedua kakakku ini dengan tangan memelukku.
‘Selamat datang.’ Balasku sambil tersenyum.
‘Bagaimana jalan-jalannya?’ Tanyaku setelah kedua kakakku ini melepaskan pelukannya.
‘Menyenangkan. Oh ya,ini oleh-oleh untukmu.’ Jawab kak Fen dan mengeluarkan sepasang jepit rambut dengan hiasan kristal transparan yang indah.
‘Terima kasih.’ Ujarku. Aku kemudian melihat ke belakang kakak tampak ketiga Pangeran berdiri dengan wajah bengong. Aku langsung berdiri dan menganggukkan kepalaku serta tersenyum kepada mereka. Mereka semua tampak masih terdiam dengan mata yang terbelalak.
‘Ngg... Ada apa dengan kalian?’ Tanya kak Lauren dengan tatapan tajam kepada ketiga Pangeran itu. Aku juga ikut-ikutan bingung melihat tingkah laku mereka. Bagiku pemandangan itu lumayan lucu.
‘Maaf,Putri Angelica. Sudah saatnya anda kembali ke kamar untuk beristirahat.’ Ujar Mira yang tiba-tiba muncul.
‘Ah... Iya,Aku hampir lupa. Kalau begitu kakak-kakak dan Pangeran sekalian,Saya permisi kembali ke kamar dahulu. Sampai nanti.’ Ujarku dengan lembut. Aku meninggalkan mereka di taman dan kembali ke kamar untuk beristirahat sebentar.
‘Kenapa wajah Putri Angelica sekilas tadi tampak pucat,ya?’ Tanpa sadar Aku menlontarkan pertanyaan itu.
‘Hmm... Bagaimana,ya? Dari kecil Angel selalu sakit-sakitan dan daya tahan tubuhnya lemah. Terkadang dia bersikap seperti biasa tetapi penyakit itu...’ Ucapan Putri Fennellisia terpotong. Meski tidak di ketahui kedua kakakku,tetapi Aku tahu kaki Putri Laurensia menginjak kaki Putri Fenellisia.
‘Maaf,bagaimana kalau Kami mengantar anda sekalian kembali ke kamar untuk beristirahat?’ Tanya Putri Laurensia dengan senyum yang di paksakan. Kami hanya bisa mengiyakan ajakan itu,karena bagaimanapun juga kami adalah tamu di tempat ini.
Begitu sampai di kamar,Aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Di kepalaku,hatiku semua perasaanku rasanya jadi kacau sekarang. ‘Sebenarnya apa yang mereka sembunyikan? Apa yang di maksud ‘penyakit itu’ oleh Putri Fenellisia dan ekspresi wajah Putri Laurensia tampak berubah pucat saat kata-kata tentang penyakit muncul. Aah... Apa yang sebenarnya terjadi? Aku sama sekali tidak mengerti.’ Pikirku.
‘Fen,Kamu sudah berjanji tidak akan mengungkit-ungkit tentang penyakit itu bukan? Selamanya semua yang berkaitan dengan kesehatan Angelica tidak akan di bicarakan lagi.’ Ujar kak Lauren begitu kami di koridor menuju kamar Angel.
‘Tetapi... Aku... Aku masih takut. Bahkan mimpi itu akhir-akhir ini mulai muncul kembali. Aku... Aku hanya takut kehilangan Angel,Aku tidak ingin kehilangan satu-satunya adik yang kita miliki sekarang.’ Balasku.
‘Kapan? Kapan mimpi itu kembali Fen? Cepat katakan kepadaku.’ Suara kak Luren mulai meninggi.
‘Sekitar sewaktu kita pergi ke villa di selatan. Saat memasuki minggu ke-4.’ Jawabku dengan tubuh yang gemetaran.
‘Tidak mungkin. Hal itu tidak mungkin bukan? Kamu sudah memimpikan hal itu sebulan yang lalu. Bagaimana mungkin?’ Teriak kakak.
‘A...Aku juga tidak tahu. Bagaimana ini kak? A... Aku... Aku sangat ketakutan kehilangan Angelica. Aku takut,kak...’ Ujarku terbata-bata. Kakak langsung memelukku dan menepuk-nepuk punggungku.
‘Tenanglah,tidak akan kubiarkan terjadi. Aku tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Jadi berjanjilah Fen,jangan pernah lagi mengungkit-ungkit hal itu lagi.’ Bisik kakak di telingaku. Aku hanya bisa menganggukkan kepalaku mengiyakan hal itu.
‘Ukh... Mi... Mira...’ Teriakku lemah.
‘Bruk’ Aku langsung terjatuh. Samar-samar Aku mendengar teriakkan Mira. ‘Ah,akhirnya Aku membuat mereka khawatir lagi.’ Pikirku.
‘Ngg... Aroma ini...’ Gumamku. Begitu Aku membuka mataku,yang terlihat pertama kali adalah wajah pucat kedua kakakku dan Mira.
‘Kakak... Mira... Kenapa wajah kalian begitu?’ Tanyaku tersenyum.
‘Angel... Angel... ‘ Teriak kak Fen sambil memelukku.
‘Kamu tidak apa-apa ‘kan?’ Tanya Mira.
‘Tenanglah,Aku tidak apa-apa. Apa Ibu tahu?’ Tanyaku balik.
‘Ibu langsung pingsan begitu mendengar tentangmu. Sekarang Ayah menemani Ibu di kamar. Dokter bilang Ibu tidak apa-apa cuma pingsan. Sebentar lagi akan siuman.’ Jawab kak Lauren.
‘Aku membuat masalah lagi,ya?’ Tanyaku.
‘Apa yang kamu katakan Angel? Kami semua mencemaskan keadaanmu.’ Teriak kak Fen.
‘Tenanglah Fen,Angel baru sadar. Setidaknya biarkan dia beristirahat sebentar. Angel,kami akan pergi melihat Ibu sebentar. Beristirahatlah dulu. Mira akan menemanimu.’ Ujar kak Lauren dan membawa kak Fen keluar dari kamarku.
‘Kak,maafkan Aku.’ Ujarku sebelum kedua kakakku itu keluar dari kamarku. Mereka hanya tersenyum mendengar ucapanku.
‘Mira... Terima kasih,ya. Sekarang kamu bisa kembali bekerja.’
‘Tetapi,kamu ‘kan belum pulih. Bagaimana bisa Aku meninggalkan kamu sendirian di sini?’ Teriak Mira. Aku lumayan terkejut karenanya.
‘Tenanglah,Aku sudah tidak apa-apa. Aku akan baik-baik saja. Jangan khawatir.’ Jawabku dengan senyum.
‘Ngg... Baiklah,tetapi kalau ada apa-apa cepat panggil Aku. Mengerti?’ Tanyanya. Aku hanya mengangguk tanda setuju. Begitu Mira keluar Aku mencoba untuk bangun dan duduk di empat tidurku sambil memandangi obat yang berada di atas meja.
‘Kenapa Aku bisa kehilangan kendali,ya?’ Pikirku.
‘Mungkin lain kali Aku harus lebih berhati-hati menyembunyikan serangan ini. Hmm...’ Gumamku. Segera Aku membuka laci meja yang ada di samping tempat tidurku dan mengeluarkan sebuah buku tebal yang sengaja ku letakkan di sana.
‘Bagaimana reaksi mereka jika menemukan buku ini,ya?’ Pikirku. Aku mengeluarkan sebuah pulpen dari balik bantalku dan mulai menulis.
‘Angel... Angel....’
‘Siapa itu?’
‘Angel... Kamu masih belum boleh kemari.’
‘Apa? Kenapa?’
‘Tunggulah sebentar lagi. Setelah semuanya selesai.’
‘Tunggu... Apa maksudmu? Tunggu...’
‘Hah...’ Aku terbangun seketika. Keringat dingin segera mengucur dari sekujur tubuhku. Aku merasa ketakutan bercampur sedih.
‘Angel... Ada apa?’ Teriak Mira dan pintu kamarku terbuka dengan keras. Hal itu lumayan membuatku terkejut.
‘Tidak,tidak ada apa-apa kok. Aku Cuma bermimpi. Hanya itu saja. Tidak ada yang perlu di khawatirkan.’ Jawabku panjang lebar. Mira tetap diam dengan mata tajam menyelidik.
‘Mira,Aku tidak apa-apa. Jangan khawatir,ya.’ Ujarku sambil tersenyum.
‘Baiklah. Oh ya,permintaanmu tadi sudah ku siapkan. Tetapi apa kamu yakin? Tidak apa-apakah tubuhmu?’ Serbunya dengan pertanyaan.
‘Tidak ap-apa kok. Tenanglah. Bisakah kamu menungguku di taman? Aku akan segera menyusul.’ Jawabku. Setelah Mira keluar Aku segera turun dari tempat tidur dan mengganti bajuku. Sehabis itu Aku segera menyusul Mira ke taman seperti biasanya.
‘Hmm... Wangi teh itu terasa sangat enak lho,Mira.’
‘Ah,Angel. Tadi waktu akan kemari tidak kenapa-kenapa ‘kan?’
‘Iya,iya.’
Kami berdua menghabiskan waktu bersama sepanjang hari ini di taman. Meski kami selalu bersama-sama,hari ini seperti hari istimewa bagiku. Entah kenapa pemikiran itu langsung keluar begitu aja. Langit hari ini bagiku tampak lebih cerah dari biasanya. Seperti hari ini Aku terlahir kembali.
Enam bulan kemudian....
‘Angel,Angel. Coba lihat deh. Hari ini Aku lebih baik pakai yang warna apa?’ Teriak kak Lauren.
‘Hmm... Baiknya sih warna ungu muda. Sisanya tanya kak Fen. Aku ada kerjaan.’ Jawabku. Hari ini tampak sangat berisik sekali. Sudah enam bulan sejak serangan terakhir yang kudapat. Hari ini adalah hari ulang tahun kak Lauren yang ke-20. Para tamu undangan yang akan datang kebanyakan para pangeran dari negri lain.
‘Angel,sudah waktunya. Ayo cepat bersiap-siap.’ Teriak Mira.
‘Baiklah.’ Jawabku. Mira segera memintaku mengganti bajuku dengan gaun pesta berwarna putih dengan hiasan kristal kecil yang cantik. Sedang untuk rambutku,Aku mengenakan jepit rambut yang dulu di berikan kakakku. Aku juga mengenakan sepatu berwarna perak yang sengaja di siapkan oleh ibu. Pestanya berlangsung dari jam 6 sore hingga 12 malam nanti.
‘Angel,ayo cepat. Orang tuamu ingin bertemu denganmu sebentar.’ Teriak Mira. Aku hanya bisa mengikuti kata-katanya. Saat di ruang pesta sudah banyak undangan yang datang. Aku segera masuk dan menemui Ayah dan Ibu.
‘Angel,cantik sekali kamu. Sepatu yang Ibu siapkan juga tampak bagus di kakimu.’ Puji Ibu. Aku haya tersenyum menanggapi ucapan Ibu.
‘Angel,kamu manis sekali.’ Teriak kak Lauren sambil berlari menuju ke arahku dan memelukku. Aku sudah terbiasa di perlakukan seperti ini. Karena Aku tahu mereka melakukan hal seperti ini karena mereka menyayangiku.
‘Baiklah,sekarang ayo kita mulai pestanya.’ Ujar Ayah. Pesta berlangsung dengan meriah terutama banyak wartawan yang di undang menghadiri acara ini. Setelah jam 9 malam,Aku sengaja pergi dari ruang pesta dan pergi ke balkon untuk menimati pemandangan kolam air mancur yang indah. Aku mengambil bunga mawar putih yang sengaja di sebarkan di air.
‘Hmm... Wanginya enak.’ Ujarku sambil tersenyum.
‘Benar juga.’ Sambung sebuah suara yang tidak asing lagi di telingaku. Aku langsung menoleh ke arah suara tersebut. Tampak Rein dengan pakaian putih di tambah jubah putih dan sepatu putih. Apalagi,dengan rambutnya yang berwarna perak. Saat ini,Rein benar-benar seperti ‘Pangeran Kuda Putih’ dalam dongeng yang ku tulis untuk anak-anak panti asuhan.
‘Kenapa kamu ada di sini?’
‘Kamu sendiri sedang apa?’
‘Jawab dahulu pertanyaanku.’
‘Hmm... Bagaimana kalau ku bilang,sedang menjadi seorang penguntit?’
‘Aku mungkin akan berteriak sekarang.’
‘Bercanda. Aku tertarik dengan pemandangan dari air mancur.’
‘Begitukah?’
‘Sekarang giliranmu.’
‘Hmm... Aku sedang memikirkan sesuatu.’
‘Boleh Aku tahu?’
‘Hmm... Aku memikirkan dunia lain.’
‘Kenapa?’
‘Tidak. Hanya sekedar untuk kesenangan saja.’
‘Begitu?’
Aku dan Rein saling bertatapan sebentar. Aku merasa tertarik dengan bola matanya yang sama denganku. Wajahnya sekarang sangat tampan di mataku. Tiba-tiba terdengar alunan musik dansa dari aula.
‘Bagaimana? Apa anda mau berdansa dengan saya?’ Tanyanya dengan tangan terulur.
‘Tentu.’ Jawabku menerima uluran tangannya.
‘Tetapi Rein,Aku tidak pandai berdansa,lho.’
‘Akan kuajari pelan-pelan.’
Kami berdua berdansa semalam penuh. Berkat Rein gerakanku mulai lancar. Kami berdua menikmati alunan musik tanpa memperhatikan sekitar yang sedang memperhatikan kami. Saat sadar,kami sama-sama tersenyum. Suara tepuk tangan pun mulai terdengar.
‘Bolehkah saya memotret sebentar?’ Tanya seorang wartawan.
‘Boleh.’ Jawab Rein sambil memegang bahuku dan merapat. Aku hanya bisa menyesuaikan bersandar di bahunya dan tersenyum. ‘Klik’ itulah suara yang terdengar.
Keesokan harinya....
‘Angel,Angel... Kamu di mana?’ Teriak kak Lauren seperti biasa.
‘Tuan putri,Putri Angelica ada di taman belakang istana.’ Kakak pun,bergegas ke taman belakang. Aku yang melihat kedatangan kakak terkejut sedikit.
‘Kakak ada apa?’
‘Angel,coba lihat ini.’
‘Ada apa sih?’
Saat melihat koran yang di perlihatkan oleh kak Lauren. Aku sangat terkejut. Tampak foto Rein dan Aku saat di pesta kemarin. Terlebih lagi di samping koran tertulis tentang cinta yang tidak terduga. Apa maksudnya hal ini? Apa yang sebenarnya di pikirkan oleh wartawan itu?
‘Angel,apa hal yang tertulis di sini benar?’
‘Tidak kok. Aku hanya menerima ajakan berdansa saja. Tidak ada maksud apa-apa.’
‘Syukurlah.’
‘Memangnya ada apa sih kak?’
‘Tidak kok.’
Aku merasa ada hal yang aneh dengan pertanyaan kakakku ini. Baru keesokan harinya terjawab.
‘Apa? Undangan ke negri Alto? Tetapi...’
‘Ayolah Angel. Tolong temani kakak.’
‘Tetapi,Aku ada urusan.’
‘Angel,kakak mohon.’
‘Bagaimana kalau setelah urusanku di sini selesai,Aku baru menyusul?’
‘Hmm... tetapi...
‘Ayolah kak,urusan ini tidak bisa di tunda lagi.’
Akhirnya setelah merujuk kakakku ini,kakak setuju Aku menyusul setelah urusan selesai. Tetapi sebagai gantinya,kak Fen yang di tarik kak Lauren ke negri Alto. Aku tidak bisa memikirkan hal yang akan terjadi di sana.
Malamnya...
‘Angel,boleh Ibu masuk?’
Tidak ada jawaban dariku.
‘Angel’
Sekali lagi Ibu memanggilku,namun tidak ada jawaban dariku sama sekali. Akhirnya Ibu masuk ke dalam kamarku.
‘Angel.’ Teriak Ibu.
‘Ada apa? Angel.’ Sambung Mira yang tiba-tiba muncul.
Keesokan harinya...
‘Benar,dari tadi malam Angel tidak siuman-siuman....’
‘Ngg... suara ini,Ibu bukan?’ Pikirku.
‘I...bu.... Ibu...’ Gumamku pelan.
‘Angel,Angel,kamu sudah sadar?’ Teriak Ibu.
‘Ibu,kenapa wajah Ibu pucat?’
‘Angel,kenapa? Kenapa kamu tidak memberi tahu Ibu tentang penyakit itu?’ Aku tersenyum.
‘Tidak. Aku hanya tidak ingin mencemaskan Ibu saja.’
‘Bicara apa kamu,Angel? Justru Ibu mencemaskan keadaanmu.’
‘Ibu,sudahlah. Lagipula Aku sudah tidak apa-apa.’
‘Tetapi...’
‘Tenanglah Ibu. Aku sudah tidak apa-apa. Sekarang Ibu kembalilah ke kamar. Wajah Ibu tampak kurang tidur.’
‘Baiklah. Tetapi kalau ada apa-apa cepat beritahu Mira atau Ibu.’
‘Baik.’
Setelah Ibu keluar dari kamar,Aku mengeluarkan lagi buku tebal dari laci meja dan menulis di dalamnya. Setelah selesai,Aku bersandar di dinding sebentar. Tidak lupa Aku menyimpan kembali buku itu di laci.
‘Hari ini mungkin akan hujan,ya?’
Aku bangkit dari tempat tidurku dan berjalan ke beranda kamarku. Aku bersandar di tiang sambil menikmati pemandangan. Angin yang berhembus sangat menyejukkan. Tiba-tiba saja...
‘Akh... Akh... Haah... Tidak... Aku tidak boleh merepotkan mereka lagi. Tidak... Akh...’
Penyakit ini hingga kapan akan menyerangku? Terkadang Aku merasakan sakit yang sangat bahkan 2 kali dari biasanya. Berapa banyak pun obat yang kuminum sama sekali tidak ada hasilnya.
‘Hah... Hah... Tenanglah kamu adalah anak baik.’
‘Akhirnya... Aku bisa mengendalikannya.’
Angin yang bertiup tampak lembut membelai rambut perakku. Entah sampai kapan Aku bisa menahan penyakit ini? Tampaknya waktuku tidak banyak lagi. Aku tidak ingin merepotkan ataupun membuat mereka cemas. Aku tidak ingin melihat mereka menangis lagi.
‘Permisi,Angel boleh Aku masuk?’ Tanya sebuah suara dari luar.
‘Siapa? Tunggu sebentar.’ Aku bergegas masuk ke kamar kembali dan membuka pintu. Saat pintu di buka tampak Rein dengan wajah cemasnya.
‘Rein? Ada apa?’
‘Angel,apa kamu tidak apa-apa?’
‘Maksudmu? Oh ya,masuklah.’
Rein mengikuti ajakanku dan masuk ke dalam kamar. Aku mempersilakannya duduk di kursi yang sudah di siapkan.
‘Kamu mau minum apa? Biar kubuatkan.’
‘Terserah.’
‘Kalau begitu teh herbal saja,ya.’
Aku segera menyeduh teh dan menghidangkannya,
‘Silakan.’
‘Terima kasih.’
Kami berdua duduk berhadapan. Angin yang berhembus dari beranda sangat sejuk. Angin yang berhembus membelai rambutku dengan lembut.
‘Angel,kudengar kamu pingsan.’
‘Oh... Aku sudah tidak apa-apa kok.’
‘Benarkah?’
‘Iya. Kenapa wajahmu serius begitu?’
‘Eh Ah,tidak.’
‘Begitu? Angin yang berhembus sejuk sekali,ya?’
‘Iya. Seperti belaian lembut dari Ibu.’
‘Begitukah? Menurutku ini seperti sapaan lembut dari seseorang.’
‘Oh...’
‘Ngomong-ngomong,gaya bicaramu hari ini lebih lembut dari biasanya apa ada sesuatu yang terjadi?’
‘Tidak kok. Hanya hal kecil.’
‘Aku tidak percaya. Ayo cerita.’
‘Tidak mau.’
‘Kenapa sih? Ayolah.’
‘RA-HA-SI-A’
‘Apa? Kok begitu?’
‘Hmm...’
Aku langsung berdiri dan berjalan kebelakang kursinya. Kemudian Aku melingkarkan tanganku di pundaknya. Aku mendekatkan wajahku ke telinganya.
‘Angel.’
‘Kenapa? Kalau kamu tidak mau bilang ku gigit telingmu.’
‘Baiklah. Aku menyerah.’
‘Begitu dong seharusnya.’
‘Kalau Aku bilang kamu jangan marah,ya.’
‘Hmm... Baiklah.’
Aku menyandarkan wajahku ke puncaknya. Angin yang berhembus sangat lembut bagiku.
‘Angel...’
‘Hmm...’
‘Ngg... Maukah kamu menjadi kekasihku?’
Aku langsung terkejut dan refleks melepas pelukanku. Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku hanya berjalan ke beranda kamarku tanpa melihatnya. Rein mengikutiku keberanda.
‘Maaf,ya.’
‘Untuk apa?’
‘Maaf,Aku tidak bisa menerimamu.’
‘Kenapa?’
‘Karena... Karena... Akh... Akh... Hah...’
Aku langsung jongkok menahan rasa sakit itu. Wajah Rein tampak sangat pucat seketika.
‘A... Aku tidak apa-apa. Tenanglah.’
‘Tetapi,wajahmu sangat pucat. Aku akan memanggil dokter.’
‘Jangan. Jangan panggil siapa pun.’
‘Lalu Aku harus bagaimana?’
‘Berdoa saja. Nanti juga akan reda.’
‘Tetapi...’
‘Tenanglah,Aku tidak apa-apa.’
Angin yang berhembus lembut membelai rambutku kembali.
‘Aku menderita penyakit ini dari dulu. Aku tidak tahu kapan. Tetapi sekarang kamu sudah tahu alasan Aku menolakmu ‘kan?’
‘Tetapi,Aku tidak peduli. Aku tidak peduli dengan apapun. Karena yang Aku sukai adalah kamu. Aku menyukai dirimu yang apa adanya.’
‘Terima kasih,Rein. Tetapi...’
‘Angel,Apa kamu menbenciku?’
‘Tidak. Bukan begitu.’
‘Lalu kenapa?’
‘Aku... Apakah kamu bisa menerima diriku apa adanya?’
‘Bukankah sudah kukatakan? Aku menyukai dirimu apa adanya.’
‘...’
‘Sekarang akan kutanya lagi. Angel,maukah kamu menjadi kekasihku?’
‘Baiklah.’
Rein memelukku dengan erat. Di beranda inilah pertama kalinya Aku menerima hadiah yang paling indah bagiku.
‘Rein...’
‘Apa?’
‘Bolehkah Aku meminta satu hal padamu?’
‘Tentu saja.’
‘Tolong rahasiakan penyakitku dari semuanya. Aku tidak ingin membuat mereka cemas.’
‘Baiklah. Asalkan kamu mau berjanji padaku.’
‘Apa?’
‘Jangan berpura-pura di hadapanku. Bisakah?’
Aku menganggukkan kepala tanda setuju. Rein mengecup keningku dengan lembut. Aku merasakan angin yang berhembus sangat istimewa saat ini.
Beberapa bulan ini kulewati bersama Rein. Sejak pagi hingga sore,Dia selalu ada di sisiku. Hari-hari kami lewati dengan penuh canda dan tawa. Hingga hari itu tiba. Hari di mana Aku meninggalkan Rein untuk selama-lamanya.
‘Rein... Bagaimana kalau suatu saat nanti Aku tidak ada?’
‘Maksudmu?’
‘Tidak hanya ingin bertanya saja.’
‘Mungkin Aku akan terpuruk selamanya.’
‘Kalau hal itu benar-benar terjadi,bagaimana?’
‘Tidak mungkin. Karena Aku akan menjagamu selamanya.’
‘Begitukah?’
‘Tentu saja.’
‘Jika suatu saat nanti Aku pergi. Maukah kamu mengenangku di sudut hatimu?’
‘Kenapa?’
‘Karena,Aku tidak ingin Kamu terpuruk. Aku ingin hari-harimu penuh dengan warna seperti saat kita masih bersama.’
‘Lalu kenapa Aku harus mengingatmu di sudut hatiku?’
‘Karena Aku ingin kamu mendapatkan cinta lain selain diriku.’
‘Tetapi mungkin,Aku tidak akan mendapatkan cinta itu lagi.’
‘Kenapa?’
‘Karena Aku akan tetap terus mengingatmu dalam setiap waktuku.’
‘Benarkah?’
‘Tentu.’
‘Rein,apa kamu menyukai pelangi?’
‘Iya. Kenapa?’
‘Ingatlah Aku saat Kamu melihat pelangi. Karena Aku akan selalu mengingatmu kapan pun juga.’
‘Baiklah. Ini janji kita.’
‘Baik.’
Kami saling mengaitkan jari kelingking kami. Seperti anak kecil bukan?
Kami melewati dua tahun bersama. Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Kini umurku sudah bertambah. Aku tidak pernah berpikir dapat melewati ulang tahun ke-18. Namun,kini Aku sudah melewatinya.
‘Angel,musim dingin nanti berapa umurmu?’ Tanya Rein.
’19. Kenapa?’
‘Tidak kok. Oh ya,Orang tuaku mengundangmu dan keluargamu untuk makan malam bersama. Bagaimana menurutmu?’
‘Bukan ide yang buruk juga.’
‘Baiklah,kalau begitu hari sabtu ini jam 7 malam.’
‘Baiklah.’
Selama beberapa hari ini Rein tidak menampakkan dirinya. Entah apa yang terjadi padanya? Aku lumayan kesepian karena tidak ada teman ngobrol.
Akhirnya hari yang di tunggu-tunggu tiba juga. Aku dan keluargaku pergi menghadiri acara makan malam dengan keluarga Rein.
‘Angel,malam ini kamu tampak cantik 2 kali lipat dari biasanya.’ Puji kak Lauren. Aku tersenyum membalas pujian itu.
‘Ayo kita berangkat.’ Ajak Ayah. Kami berlima menaiki kereta kuda yang mengantar kami. Sepanjang perjalanan,Aku bercanda tawa bersam kedua kakakku. Ayah dan Ibuku hanya bisa tersenyum lembut melihat kami.
Sesampainya di sana,Kami di sambut langsung oleh Ayah dan Ibu Rein. Tentu saja beserta kedua kakaknya dan tentu saja Rein sendiri.
‘Angel,kamu tampak cantik malam ini.’ Puji Rein.
‘Kamu juga tampak gagah malam ini.’ Balasku.
Kami bersama-sama masuk ke dalam istana dan menuju ruang makan. Sebelum acara di mulai,tampak Rein ingin menyampaikan sesuatu.
‘Mohon perhatiannya sebentar. Malam ini,maksud kami mengundang anda sekalian karena putra kami ingin mengumumkan sesuatu.’ Ujar Ayah Rein. Rein langsung berdiri.
‘Sebenarnya saya ingin melamar putri anda Angelica untuk menjadi istri saya.’ Ujar Rein. Aku langsung terkejut dengan ucapannya.
‘Tetapi Rein,apa tidak terlalu cepat? Karena Angelica...’
‘Yang saya cintai adalah Angelica. Saya akan menerimanya apa adanya.’ Ujar Rein dengan tegas.
‘Kami tidak keberatan. Tetapi apakah putri kami bersedia?’
‘Angelica,maukah kamu menjadi istriku?’
Aku masih terdiam dengan mata menatap Rein.
‘Baiklah. Aku bersedia.’ Jawabku tersenyum.
‘Baik,karena putri kami bersedia maka kami tidak bisa berkata apa-apa lagi.’ Ujar Ayah.
‘Benar. Bagaimana pun juga keputusan putri kamilah yang paling menetukan.’ Sambung Ibu.
Kami pun mulai menentukan tanggal untuk mengumumkan pertunangan kami. Hari rabu minggu depan,kami akan mengumumkannya.
‘Hahaha... Kemarin kamu pasti kaget.’ Tawa Rein saat kami bersama. Berhubung acara pertunangannya di Alto,Aku akhirnya tinggal beberapa hari di negri ini. Saat ini,Aku dan Rein sedang duduk berdua di taman halaman belakang istana.
‘Ampun,kamu membuatku kaget.’
‘Hehehe... Namanya juga kejutan. Lagipula kita sudah bersama lama sekali bukan?’
‘Iya juga tetapi...’
‘Kenapa? Apa ada yang mengganjal di hatimu?’
‘Hmm... Sebenarnya tidak terlalu penting. Tetapi...’
Aku langsung bangkit dari tempat dudukku dan berjalan ke belakang kursi Rein,memeluk pundaknya. Rein memegang tanganku.
‘Kenapa Angel?’
‘Hmm... Tidak. Hanya ingin memastikan saja.’
‘Tentang apa?’
‘Apa kamu serius? Tentang lamaran kemarin?’
‘Kenapa kamu berpikir begitu?’
Kali ini Rein yang berdiri dan memutar tubuhnya sehingga kami saling berhadapan. Aku mengalihkan pandanganku darinya.
‘Tidak. Aku hanya belum menerima kenyataannya.’
‘Kenapa?’
Aku terdiam kembali. Rein mengangkat wajahku sehingga tatapan kami berdua bertemu. Matanya tampak mencerminkan keseriusan yang dalam.
‘Apa kamu masih ragu dengan cintaku?”
‘Bukan begitu,Aku hanya...’
Rein langsung memelukku dengan erat. Tubuh Rein sangat hangat. Aku merasa sangat tenang bila di pelukannya.
‘Angel,Aku ingin mempercepat tanggal pernikahan kita.’
Aku langsung melepaskan pelukannya.
‘Kenapa harus secepat itu?’
‘Karena Aku tahu batasan-batasan yang tidak terlihat. Setiap hari,Aku selalu memimpikan hal yang sama berulang-ulang.’
‘Apa itu?’
‘Bahwa Aku akan kehilangan dirimu untuk selama-lamanya.’
Angin yang bertiup sangat kencang sekali seperti menjadi pembatas antara Aku dan Rein. Kami berdua terdiam dan hanya saling bertatapan.
‘Rein,tenanglah. Aku tidak akan meninggalkanmu selamanya. Karena itu kamu tidak perlu takut akan hal apa pun juga.’
Aku memegang tangan Rein dan memintanya untuk duduk kembali di kursi. Kemudian,Aku duduk di pangkuannya sambil memeluknya. Aku mengelus-elus kepalanya seperti anak kecil.
‘Kamu benar-benar seperti anak kecil,ya?’
‘Benarkah? Syukurlah.’
‘Kenapa?’
‘Karena kamu menyukai sifat anak kecil ini.’
‘Dasar.’
Kami melewati beberpa hari ini dengan bahagia. Rein banyak mengajakku pergi bermain ke kota. Kami selalu bersama. Meski terkadang kami tidak bersama karena Rein ada rapat dengan kakaknya.
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba juga. Hari pertunangan kami. Tamu-tamu yang datang sangat banyak. Setelah acara pertukaran cincin selesai,Aku segera kembali ke kamar tanpa sepengetahuan Rein.
‘Haah... Haah... S.. Syukurlah Aku tepat waktu.’
Aku langsung ambruk di kamar. Yang kuingat hanyalah kamarku yang di terangi oleh sinar bulan yang indah.
‘Angel... Angel...’
‘Siapa? Siapa itu?’
‘Angel,kamu masih belum bisa kemari. Tunggulah. Tunggulah sebentar lagi.’
‘Kenapa? Lagipula siapa kamu? Lalu apa yang harus kutunggu?’
‘Bersabarlah Angel. Sebentar lagi semuanya akan selesai.’
‘Tunggu...’
Aku langsung terbangun. Keringat pun segera bercucuran dari tubuhku. Hal yang ku lihat pertama kali adalah kamarku yang berwarna putih.
‘Angel.’ Teriak Rein.
‘Rein... Aku? Apa Aku pingsan lagi?’
‘Dasar saat Aku masuk tubuhmu sudah tergeletak di lantai. Membuatku panik saja.’ Aku memandang wajahnya.
‘Maaf ya. Pasti kamu lelah menjagaku semalaman.’
‘Tidak kok. Aku...’
Aku langsung menariknya ke tempat tidurku.
‘Angel...’
‘Sudahlah. Tidurlah sebentar. Wajahmu tampak pucat.’
‘Baiklah.’
Selama Rein tertidur,Aku hanya duduk bersandar sambil menjaganya.
‘Mungkin lebih baik Aku lebih berhati-hati lain kali.’ Pikirku.
‘Permisi.’
‘Ah,silakan masuk.’
‘Pangeran saya...’
Pelayan yang masuk langsung terkejut begitu melihat Rein yang terbaring di ranjang dan Aku yang sedang duduk di sampingnya.
‘Ah,maafkan saya.’
‘Ah,tidak kok. Jangan salah paham. Aku menyuruh Rein untuk tidur sebentar. Wajahnya tampak pucat.’
‘Baiklah,kalau begitu saya permisi dahulu.’
‘Maaf. Bisakah membantuku?’
‘Baik.’
‘Aku akan kembali ke rumah. Tolong siapkan kereta kuda dan tolong rahasiakan dari Rein.’
‘Saya mengerti.’
‘Tolong ya.’
‘Rein maaf. Aku harus segera pergi sebelum semuanya terlambat.’
‘Kumohon. Sekali lagi maafkan Aku. Aku...’
‘Angel... Jangan pergi. Jangan tinggalkan Aku. Angel...’
‘Rein... Sekali lagi,maafkan Aku.’
Aku mengecup keningnya lembut dan segera keluar dari kamar dengan membawa jubahku. Aku terpaksa kembali ke rumah. Apa boleh buat.
‘Putri,kereta kuda dan yang lainnya sudah di siapkan.’
‘Baik. Terima kasih.’
Aku segera memakai jubahku dan berjalan keluar dari istana dan naik ke kereta kuda yang akan membawaku kembali ke rumah. Sesampainya di rumah kedua orang tua dan kakak-kakakku sudah menungguku.
‘Angel,selamat datang kembali.’
‘Aku pulang.’
Tiba-tiba saja tubuhku terasa sakit kembali. Aku langsung tumbang. Untungnya Ayah segera menahan tubuhku sebelum jatuh. Aku merasakan sekujur tubuhku seperti mati rasa. Aku langsung pingsan. Yang terlintas di benakku saat itu hanyalah satu. ‘Apakah semuanya belum berakhir?’
Selama beberapa hari Aku tidak sadarkan diri. Selama itu,apapun yang terjadi Aku sama sekali tidak tahu. Hanya saja Aku merasa sedih. Entah apa yang membuatku berpikir begitu. Hanya saja satu hal yang ku ingat. Aku menangis.
‘Ngg... Alunan musik ini...’
Perlahan Aku membuka mataku. Hal pertama yang ku lihat adalah Rein yang sdang memainkan piano yang ada di kamarku.
‘Rein...’
Permainan pianonya berhenti. Perlahan Rein membalikkan tubuhnya dan melihat ke arahku. Aku tersenyum melihatnya.
‘Angel... Kamu sudah bangun?’
‘Iya. Kemarilah.’
Rein berdiri dan berjalan menuju tempat tidurku. Aku memegang tangannya. Tangannya terasa sangat dingin. Aku memintanya untuk duduk di tempat tidurku.
‘Rein,kenapa kamu ada di sini?’
‘Karena kamu ada di sini.’
Perlahan Rein menunduk dan berbaring di pangkuanku. Aku hanya bisa mengelus-elus kepalanya. Hal ini sedikit aneh bagiku.
‘Angel,Aku sudah mempercepat pernikahan kita.’
‘Hmm...’
‘2 minggu dari sekarang.’
‘Begitukah?’
‘Angel,Aku ingin bertanya sekali lagi.’
‘Apa?’
‘Apakah kamu mau menjadi istriku?’
‘Baiklah.’
Rein memelukku erat. Aku hanya bisa duduk sambil mengelus-elus kepalanya.
‘Hangat... Angel kamu sangat hangat.’
‘Benarkah?’
‘Hmm...’
Saat ini seakan-akan kami menebus kembali waktu-waktu kami yang telah hilang. Aku tidak pernah membayangkan bagaimana rasanya kematian? Apakah begitu sangat menyakitkan? Aku tidak ingin meninggalkannya. Namun,Aku tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menjaganya. Aku hanya bisa menjaganya dengan waktuku yang masih tersisa ini.
‘Rein... Apa kamu tertidur?’
‘Hmm...’
‘Tidurlah. Aku tidak akan kemana-mana. Aku tidak akan meninggalkanmu.’
Rein tertidur di pangkuanku dengan tangan yang erat memeluk pinggangku. Pelukannya sangat kuat. Mungkin dia tidak ingin membiarkanku pergi sekali lagi. Sayangnya Aku pun memang tidak bisa pergi ke mana pun. Kakiku terasa lemas tidak seperti biasanya.
‘Apa mungkin kakiku tidak dapat di gerakkan lagi seumur hidupku?’ Pikirku.
Segera kubuka laci mejaku dan mengambil buku yang kuletakkan sebelumnya. Aku mulai menulis kembali di dalamnya. Aku menulis banyak sekali. Semua yang ada di dalam pikiranku sekarang ini tertuang ke dalam buku ini.
Setelah selesai menulis Aku menghitung berapa halaman yang tersisa. Tidak kusangka halaman yang tersisa hanya 5 lembar. Aku menghitung dalam hati berapa halaman yang sudah ku pakai. Aku memakai hampir satu buku ini ku gunakan. Aku meletakkan kembali buku itu di laci.
Aku tidak sadar ada yang sedang berdiri di depan kamarku. Saat pintu di buka tampak kak Lauren dan kak Fen dengan wajah yang pucat.
‘Kakak...’
Mereka langsung terkejut mendengar suaraku.
‘Angel...’ Teriak mereka sambil berlari dan memelukku. Aku mengelus-elus kepala mereka dan tersenyum.
‘Angel... Akhirnya kamu bangun. Angel...’
‘Sudahlah... Jangan menangis lagi. Lagipula berapa lama Aku tertidur?’
‘Sekarang sudah memasuki bulan ke-6. Sekarang sudah bulan Desember.’
‘Begitukah? Hari ini tanggal berapa?’
‘Hari ini selasa tanggal 3.’
‘Begitukah?’
‘Angel,kami bersyukur akhirnya kamu sadar kembali. Kami takut kamu tidak akan sadar lagi.’
‘Sudahlah. Sekarang ayo berdiri. Temuilah Ayah dan Ibu. Beritahu mereka agar tidak cemas lagi.’
‘Baiklah,kami pergi dulu.’
Kedua kakakku segera melepaskan pelukannya dan bergegas memberitahu Ayah dan Ibu bahwa Aku telah sadar. Aku hanya duduk diam dengan tangan mengelus-elus kepala Rein yang sedang tertidur nyenyak di pangkuanku.
Aku tidak menyangka Rein tertidur sangat nyenyak memakan waktu 3-4 jam. Begitu bangun,wajahnya tampak persis seperti bayi yang baru bangun. Imut dan lucu. Aku memandangi wajahnya sambil tersenyum senang.
‘Angel,ayo kita keluar menemui Ayah dan Ibumu.’
‘Baiklah.’
Rein menggendongku keluar dari kamar. Karena terbaring lama di tempat tidur kakiku terasa lemas sekali. Begitu sampai di ruang keluarga,ternyata tidak hanya Ayah dan Ibu beserta kakak-kakakku. Tetapi keluarga Rein juga berada di situ. Begitu juga Mira. Mereka tampak terkejut dengan kehadiranku dan Rein.
‘Angel,kamu sudah sadar. Syukurlah.’ Ujar Ibu yang langsung menghampiriku dan Rein. Aku melirik sebentar ke arah Rein.
‘Tidak boleh. Kakimu masih belum bisa berjalan. Tunggulah hingga 3 hari. Aku baru membiarkanmu berjalan sendiri.’
‘Rein... Aku tidak apa-apa kok.’
‘Tidak boleh.’
‘Benar Angel. Kamu jangan terlalu memaksakan diri.’ Sambung Ibu.
‘Tetapi...’
Aku melirik kembali Rein. Kali ini dengan pendangan memelas. Akhirnya Rein menyerah dan menurunkanku. Awalnya keseimbanganku agak sedikit goyah tetapi akhirnya Aku dapat berdiri dan berjalan kembali.
‘Kalau begitu,ada hal yang ingin kuumumkan.’
Rein membuat semua orang memandang ke arahnya dengan penuh tanya.
‘Angel,aku ingin mempercepat pernikahan kita.’
‘Tadi kamu sudah mengatakannya bukan? 2 minggu dari sekarang.’
‘Aku berubah pikiran tentang hal itu. Bagaimana kalau sabtu ini?’
Aku langsung terbengong saat mendengar perkataannya. Tetapi begitu melihat wajahnya,Aku langsung mengerti dan menyetujuinya. Kedua orang tua kami pun tidak mempunyai masalah dengan hal itu. Istana pun kembali sibuk dengan persiapan acara pernikahanku dan Rein.
Tanpa terasa hari demi hari berganti dengan sangat cepat. Hari sabtu akhirnya tiba. Hari pernikahanku. Tetapi Aku dan Rein memutuskan untuk tinggal di villa yang dibangun oleh Rein selama Aku dalam keadaan tidak sadar. Letaknya di bagian selatan negri Alto. Di bagian belakang villa ada pemandangan laut yang sangat indah. Aku sangat menikmati pemandangannya.
‘Rein,hari ini pasti sangat menyenangkan.’
‘Begitukah?’
‘Karena Aku punya firasat yang tepat.’
‘Hahaha... Yang benar?’
‘Tentu saja.’
Kami berdua mulai memasuki kapel. Di sana lagu-lagu nyanyian mengalun indah. Setelah pemberkatan pernikahan dan pertukaran cincin selesai,Rein dan Aku keluar dari kapel di sertai suara tepuk tangan dan lagu serta bunga-bunga yang di lemparkan para pengiring. Kami berdua segera masuk ke dalam kereta kuda yang membawa kami ke istana dan rumah baru kami.
Masa-masa bahagia itu tidak bisa berlangsung selamanya dan tidak akan pernah bisa di ulang kembali. Setelah setahun pernikahan kami berlalu,penyakit itu kembali menyerangku kembali kali ini,tampaknya pertahananku yang terakhir. Aku tidak dapat menahan penyakit ini lebih lama lagi.
Selama setahun lebih ini,Aku dan Rein sangat bahagia. Kebahagiaan kami lengkap dengan kelahiran anak kembar kami. Yang perempuan bernama Selene dan yang laki-laki bernama Carlos. Awalnya yang paling bahagia adalah Rein. Karena mempunyai keluarga yang lengkap sekarang ini.
Namun waktuku akhirnya mencapai batasnya. Pada musim gugur tahun ini,saat sedang berjalan-jalan di taman dengan Rein. Kami tengah mendiskusikan tentang kepindahan kami kembali ke Cansella. Rein berencana untuk kembali ke Cansella karena mengingat kesehatanku yang agak aneh belakangan ini.
‘Bagaimana menurutmu?’
‘Boleh saja. Tetapi apa hal itu baik untukmu?’
‘Tidak apa-apa Angel. Disana kita pasti akan lebih baik.’
‘Benarkah...’
Tiba-tiba saja penyakit itu kembali menyerang. Aku ambruk seketika. Rein yang cemas segera membawaku kembali ke istana. Dia membawaku ke kamar untuk beristirahat. Namun penyakit itu tidak kunjung reda.
Akhirnya pada malam ke-3...
‘Rein... Tidurlah sebentar. Wajahmu tampak pucat.’
‘Tidak apa=apa. Aku sudah berjamji bukan? Bahwa Aku akan menjagamu.’
‘Hmm... Tetapi...’
‘Kenapa Angel?’
‘Apa kamu masih ingat dengan janji kita dulu?’
‘Tentu saja.’
‘Kalau begitu,Kamu harus berjanji lagi padaku.’
’Apa itu?’
‘Besarkanlah anak-anak itu dengan penuh kasih sayang. Meskipun Aku tidak ada. Jaga dan rawatlah mereka dengan baik.’
‘Baiklah,Angel. Aku pasti akan memenuhi janji-janji kita.’
Aku tersenyum mendengar jawabannya.
‘Rein... kemarilah. Tidurlah di sampingku.’
‘Baik.’
Dalam pelukanku,Rein tertidur. Perlahan Aku mengecup lembut keningnya.
‘Inilah hadiah terakhir yang dapat kuberikan. Terima kasih Rein. Aku bersyukur dapat bertemu denganmu. Terima kasih.’
Air mataku menetes jatuh satu demi satu. Malam ini,adalah malam terakhirku dangan Rein. Hari-hari bahagiaku yang terakhir....
Pada saat upacara pemakaman Angel,hujan turun dengan deras. Bagaikan air mata bahagia Angel.
‘Rein,terima kasih. Kamu sudah berada di sisi Angel hingga waktu terakhirnya.’ Ujar kak Lauren saat Aku sendiri di taman. Sewaktu Aku menoleh,tampak di belakannya kak Fen dan kedua kakakku.
‘Tidak. Justru Aku yang bersyukur dapat berada di sisinya hingga saat-saat yang terakhir.’
Hujan yang deras tadinya berubah menjadi gerimis. Aku memandangi air hujan yang turun rintik-rintik.
‘Indah bukan? Ini seperti air mata kebahagiaan Angel.’
Aku memandangi hujan itu lama sekali. Hingga ada suara yang memanggil. Sewaktu Aku menoleh ke arah suara tersebut,tampak Selene dan Carlos sedang berlari ke arahku. Aku memeluk mereka.
‘Ayah,Ayah. Coba lihat keatas. Pelanginya indah.’
Aku segera melihat menegadahkan kepalaku ke atas. Tampak sebuah pelangi besar dan indah membentang di langit. Aku terpukau olehnya. Kak Fen segera membawa Selene dan Carlos untuk melihat-lihat taman yang bunganya hampir layu.
‘Itulah bukti janjiku dengan Angel.’
Kak Lauren tampak terkejut dengan perkataanku. Aku segera berdiri.
‘Pelangi itu adalah janjiku dengan Angel. Janji bahwa Dia akan selalu bersama selalu. Hingga saat itu tiba.’
Angin sejuk berhembus di taman menerpa rambutku. Bagaikan belaian lembut dari Angel. Hujan pun berhenti. Berganti dengan sinar mentari yang hangat. Bagaikan senyuman hangat dari Angel.

Angel,kaulah satu-satunya Angelku.
Aku tidak akan melupakanmu.
‘You’re My Only One Silver Lady’


~THE END~ Selengkapnya...

Guru Menulis Buku Pelajaran

19 Agustus 2008

Opini Gerardus Weruin
Awal tahun pelajaran baru ini, siswa-siswi disibukkan dengan buku pelajaran. Banyak buku yang diperlukan siswa dalam pembelajaran karena belajar memang memerlukan buku teks atau pelajaran.

Namun, apakah buku teks menjadi satu-satunya sumber dalam pembelajaran? Sungguhkah buku teks menjadi sarana yang menguntungkan siswa dalam pembelajaran atau justru menjadi beban bagi siswa (baca orangtua) karena mahal?
Realitas dalam pembelajaran, siswa memiliki buku pelajaran yang wajib, ada buku penunjang, dan buku lembaran (latihan) kerja siswa (LKS). Padahal, ada beberapa mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar dan menengah.

Setiap hari, siswa-siswi ke sekolah membawa buku yang banyak dalam tasnya. Terkesan siswa-siswi memikul suatu "beban" yang berat ke sekolah untuk belajar. Pembelajaran tidak lagi dipandang sebagai hal yang menyenangkan karena menjanjikan masa depan, melainkan beban buku yang banyak dalam tasnya saat pergi ke sekolah. Selain itu, buku-buku tersebut juga mahal sehingga menjadi beban tersendiri bagi siswa-siswi dari kalangan yang kurang mampu.

Setiap tahun
Hampir setiap tahun ajaran baru, buku pelajaran selalu menjadi topik penting yang dipersoalkan orangtua siswa.
Ironisnya, persoalan yang krusial ini menjadikan sekolah (guru)-lah kambing hitamnya. Benarkah demikian?
Guru hanyalah korban atas suatu sistem dan kebijakan yang tidak bijaksana. Karena proses pembelajaran kita di Indonesia ini pada akhirnya ditentukan oleh ujian nasional (UN).

UN menjadi barometer keberhasilan pendidikan dan pembelajaran. Maka, guru berpegang teguh pada buku teks supaya mudah menyiapkan siswa-siswi untuk UN.
Para penerbit melihat peluang itu sehingga menerbitkan buku-buku yang labelnya siap UN. Misalnya TOPS (Tuntas Olah Paket Soal) siap UN Bahasa Indonesia SMA dari penerbit Airlangga. Lalu, sekolah (guru) dinilai telah melakukan kolusi dengan penerbit. Berkaitan dengan itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistiyo mengatakan, "Banyak aturan soal pendidikan dan guru dilanggar pemerintah meskipun sudah ada undang-undangnya. Namun, pemerintah selalu mengambinghitamkan guru. Kami tidak ikhlas jika persoalan buku mahal semata-mata dialihkan kepada guru yang dinilai kolusi dengan penerbit (Kompas, 26/7)." Sebenarnya pemerintah, Depdiknas, tidak mampu menyelesaikan persoalan buku pelajaran.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan, buku sebagai bagian dari pelayanan pendidikan dan pemerintah berkewajiban menyediakan buku teks bagi se- mua mata pelajaran di sekolah. Kenyataannya tidak! Malahan dana bantuan operasional buku justru dipotong, bahkan mungkin di daerah-daerah tidak dapat lagi.

Fitri Sunato, Koordinator Kelompok Independen untuk Advokasi Buku, mengatakan bahwa selama ini buku pelajaran sering dianggap sebagai bagian yang terpisah dari pelayanan pendidikan. Gembar-gembor sekolah gratis, tetapi pemerintah tidak dapat membebaskan pajak kertas untuk buku pelajaran. Program e-book pemerintah tidak diperhitungkan secara matang sehingga hanya sebagian masyarakat yang dapat mengakses buku teks online atau versi cetakan lebih mudah. Pendek kata, pemerintah masih gagal dalam mengatasi persoalan buku teks (Kompas, 26/7).

Kegagalan
Kegagalan dan ketidakmampuan pemerintah ini hanya dilihat dari sisi harga yang mahal. Padahal, masih ada sisi lain yang bisa kita kembangkan secara positif dan mendatang nilai-nilai pendidikan untuk siswa-siswi demi masa depannya.
Berilah kesempatan kepada guru-guru untuk mencoba menulis buku pelajaran. Karena gurulah yang paling mengetahui dan mengenal akan kebutuhan siswa.
Selain itu, guru juga paham akan kondisi belajar dan lingkungan hidup siswa. Bercermin pada buku teks bahwa selama ini guru menjadikan buku teks sebagai "kurikulum". Guru dan siswa hanyut dalam buku teks sehingga landasan dan arah dari kurikulum kurang tercapai. Singkatnya, model pembelajaran yang berpusat pada siswa tidak bermakna. Siswa dan guru hanya terpaku pada buku teks saja sebagai sumber belajar satu-satunya.

Disayangkan
Sangat disayangkan, gejala ini mengerdilkan kreativitas, inisiatif, dan pikiran kritis pada siswa. Pengetahuan siswa pun sangat terbatas, minat membaca buku rendah, mengasah pikiran kritis dan ingin mencari tahu menjadi tumpul. Akibatnya, kemampuan seperti menulis, berpendapat, menyimak pendapat orang, dan memberi tanggapan sangat minim. Artinya, pendidikan tidak melatih mereka berpikir kritis dan budaya belajar yang baik kepada siswa.
Nasib guru seperti makan buah simalakama. Tidak menggunakan buku teks dalam pembelajaran akan mengorbankan siswa saat UN. Menggunakan buku teks untuk persiapan siswa mengikuti UN terkendala dengan harganya yang mahal. Bahkan, guru dan sekolah dikambinghitamkan tentang persoalan buku pelajaran dalam pendidikan di Tanah Air ini.
Paradigma buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar harus berubah. Guru masuk kelas bukan membawa buku teks sebagai ganti kurikulum sebab landasan dan arah kurikulum tidak akan tercapai. Karena proses pembelajaran hanya dari halaman-halaman dalam buku teks saja.

Sangat disayangkan pengalaman dan pengetahuan siswa dari tingkat dasar sampai menengah selama beberapa tahun itu hanya sebatas buku teks.
Oleh karena itu, sekarang saatnya guru harus menulis buku pelajaran. Paling tidak, mempersiapkan materi pembelajaran dari berbagai sumber. Dengan menulis dan membuat persiapan itu, guru memberi ruang gerak yang bebas kepada siswa untuk belajar dari berbagai sumber.

Teori dan ilmu pengetahuan selalu berkembang. Kebenaran pun bukan tunggal.
Paul Hidayat mengatakan, apabila Anda mempelajari kebenaran, tetapi tidak mengalami perubahan hidup, maka hanya ada dua kemungkinan.
Pertama, Anda tidak sungguh-sungguh belajar dan, kedua, yang Anda pelajari itu bukan kebenaran.

Dunia begitu cepat berubah dan di luar ruang kelas siswa-siswi akan menghadapi berbagai kompetisi hidup. Dapat dibayangkan bagaimana siswa-siswi kita menghadapi berbagai kompetisi hidup itu jika selama belajar hanya menggunakan buku teks?
Berilah ruang gerak dan otonomi kepada guru untuk mendesain pembelajaran dari berbagai sumber. Hal ini dimaksudkan untuk menyiapkan siswa-siswi kita dalam berkompetisi hidup di luar ruang kelas. Karena belajar bukan semata-mata untuk mendapat nilai (ijazah), melainkan untuk hidup, keterampilan hidup. Semoga.
Gerardus Weruin, MTB Guru SMA Santo Paulus, Pontianak

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/19/0146423/guru.menulis.buku.pelajaran Selengkapnya...